Media Center As’adiyah – Sebagai ajang penentuan santri terbaik, proses perlombaan Musabaqah Qiraatil Kutub (MQKI) Nasional dan Internasional 2025 resmi dimulai pada Jumat (3/10), bertempat di Kampus II Lapongkoda, Pondok Pesantren As’adiyah.
Sejak pagi, suasana di lokasi perlombaan tampak semarak. Para peserta dari berbagai kafilah, baik tingkat nasional maupun internasional, saling beradu ketangkasan dalam menampilkan kemampuan terbaik mereka. Dengan penuh antusias, setiap peserta berusaha memberikan penampilan maksimal demi mengharumkan nama kafilah masing-masing dan meraih gelar juara.
Tahun ini, MQKI menghadirkan berbagai cabang lomba bergengsi, antara lain Fiqh, Nahwu, Tafsir, Hadis, Tauhid, Tarikh, serta debat bahasa Arab dan debat bahasa Inggris. Tidak hanya itu, ekshibisi lalaran Alfiyah turut menambah semarak suasana. Perlombaan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni Marhalah Ula, Wustha, dan Ulya, sehingga para peserta dapat menunjukkan potensi sesuai tingkatannya masing-masing.
Berdasarkan data Kesekretariatan MQKI 2025, jumlah peserta yang terdaftar antara lain: Debat Bahasa Arab 75 orang, Debat Bahasa Inggris 67 orang, serta cabang Marhalah Ula, Wustha, dan Ulya sebanyak 468 orang. Selain itu, ekshibisi lalaran diikuti oleh empat kafilah.
Kriteria Penilaian
Sofi Mubarok sebagai Konseptor Akademik MQKI 2025 sekaligus wakil sekretaris dewan hakim MQKI 2025 menjelaskan bahwa setiap cabang lomba memiliki kriteria penilaian masing-masing.
“Untuk lomba Qiraatil Mutun, penilaiannya meliputi tiga aspek, yakni qira’ah (cara membaca sesuai kaidah nahwu dan sharaf), tarjamah (kemampuan menerjemahkan), serta tahlil (pembahasan aspek sosial). Untuk debat bahasa Arab dan bahasa Inggris, penekanan ada pada logika berpikir, teknik debat, intonasi, dan etika. Sementara debat Qonun lebih menilai kemampuan peserta dalam mengeksplorasi kitab kuning dengan kaidah ushul fiqih dan fiqih, serta kekuatan narasi hukum konstitusi. Ada juga cabang Risalah Ilmiah yang punya standar tersendiri. Jadi, setiap cabang memang punya bobot penilaian yang berbeda,” Sofi menjelaskan
Pesan untuk Peserta
Sofi juga menekankan bahwa MQK bukan sekadar kompetisi, tetapi wadah silaturahmi lintas pesantren.
“MQK sejak lama dirancang bukan hanya untuk ajang lomba, tetapi sebagai sarana membangun jejaring intelektual antarpesantren. Sayangnya, peserta sering terjebak pada target juara, padahal aspek pentingnya adalah silaturahmi.
As’adiyah sebagai tuan rumah punya jejaring luas yang menarik untuk dipelajari. Karena itu, bertandinglah dengan optimal, tapi jangan lupa untuk menikmati suasana, berinteraksi dengan kafilah lain, dan membangun persahabatan baru,” pesannya.
Harapan ke Depan
Mengenai keberlanjutan, Sofi berharap MQKI terus mengalami inovasi dan peningkatan kualitas.
“Di tahun 2025 ini, banyak inovasi yang kita hadirkan, termasuk cabang berbasis digital, dengan Tarkib Digital sebagai salah satu mercusuar MQK. Ke depan, kita berharap MQK dan As’cidiby bisa dipisah tahunnya, serta ada pembedaan antara MQK tingkat Ma’had Aly dan MQK tingkat provinsi.
Selain itu, sedang didorong pembentukan Lembaga Pengembangan Qiraatil Kutub (LPQK) sebagai wadah kaderisasi, insya Allah tahun 2026 bisa diwujudkan. Harapannya, MQK bukan hanya ajang lomba, tapi juga ruang pembinaan generasi,” ungkap Sofi.
Lomba ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga wujud nyata semangat santri dalam menjaga tradisi keilmuan Islam, mempererat ukhuwah, dan menghidupkan kembali khazanah kitab turats di tengah masyarakat. (ar)