Media Center As’adiyah — Musabaqah Qiraatil Kutub Internasional (MQKI) 2025 menjadi momentum penting bagi dunia pesantren dan perguruan tinggi Islam dalam melestarikan tradisi keilmuan klasik Islam. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. H. Agil Munawwar, MA, salah satu tokoh nasional yang turut merintis ajang Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MKQN) sejak tahun 2003.
Pelaksanaan MQKI 2025 yang berlangsung di Kampus IV Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang ini menjadi pusat kegiatan perlombaan tingkat internasional. Berbagai delegasi dari dalam dan luar negeri hadir untuk mengikuti cabang lomba tafsir dan fiqh, sekaligus memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat kajian Islam yang berakar pada tradisi turats (kitab kuning).
Dalam pandangannya, Prof. Agil menjelaskan bahwa aspek penilaian dalam MQKI telah dirancang dengan teliti dan komprehensif.
“Sudah ada aspek penilaiannya, di antaranya itu dibaca dulu apakah sesuai kaidah, karena bahasa Arab itu sendiri memiliki kaidah. Kemudian ditanyakan mengenai mufrodat-nya, pandangan para ulama terhadap teks tersebut, dan akhirnya diminta kesimpulan dari tafsirannya,” jelasnya.
Beliau juga menegaskan bahwa latar belakang pemilihan kitab tafsir klasik dalam perlombaan ini didasari oleh sejarah keilmuan Islam.
“Pertama kali tafsir klasik dan lengkap itu pada Tafsir At-Thabari, sehingga hal ini melatarbelakangi untuk cabang lomba internasional ini,” ungkapnya.
Terkait kualitas peserta MQKI 2025, Prof. Agil menyampaikan kekagumannya terhadap kemampuan para peserta dari berbagai negara.
“MasyaAllah, dari berbagai negara, sekalipun mereka bukan orang Arab. Namun, mereka mampu bersaing bersama. Harapnya perlu ditingkatkan lagi,” ujarnya penuh apresiasi.
Menurutnya, peran MQKI 2025 sangat strategis dalam memperkenalkan kekayaan intelektual pesantren Indonesia kepada dunia.
“Bahwa Indonesia itu memiliki khas kekayaan, yaitu kitab turats, dan itu perlu terus ditingkatkan,” tuturnya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Agil juga mengingatkan sejarah panjang penyelenggaraan lomba kitab kuning.
“Saya adalah pencetus pertama MKQN tahun 2003 di Pondok Pesantren Al-Falah, Pajalengka. Kemudian kita kembangkan dan terus berkembang, sehingga saat ini terbitlah MQK Internasional,” kenangnya.
Sebagai penutup, beliau menyampaikan rasa syukur dan apresiasinya kepada seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini.
“Saya berterima kasih kepada panitia serta Kementerian Agama yang telah melaksanakan kegiatan MQKI ini, yang merupakan ajang mendunia,” pungkas Prof. Dr. H. Agil Munawwar, MA.(sa)