Media Center As’adiyah — Gelaran Fajr Inspiration di Kabupaten Wajo tidak hanya menjadi ruang perenungan dan penguatan spiritual, tetapi juga menghadirkan harmoni antara dakwah dan budaya lokal. Di balik suasana religius yang menyelimuti kegiatan yang berlangsung sejak 3 hingga 6 Oktober 2025 tersebut, tampak kiprah dua organisasi perempuan, Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dan Aisyiyah Wajo, yang turut memberi warna khas melalui sajian kuliner tradisional Bugis.
Kedua organisasi ini mengambil peran penting dalam menyiapkan berbagai hidangan lokal yang disajikan untuk peserta dan tamu. Dari pagi hingga siang, aneka makanan khas seperti barongko, apang, sokko, hingga onde-onde tersaji rapi di meja hidangan. Kehadiran kuliner tersebut menghadirkan suasana kebersamaan dan nostalgia akan cita rasa khas Bugis yang melekat pada kehidupan masyarakat dan pesantren.
Para anggota Muslimat NU dan Aisyiyah Wajo terlihat bergotong royong menyiapkan hidangan dengan penuh semangat. Bagi mereka, kegiatan ini menjadi bentuk pengabdian dan kebersamaan dalam melayani para jamaah dan peserta Fajr Inspiration.
Panitia Fajr Inspiration, Saddam Husain, menyampaikan apresiasinya terhadap kontribusi kedua organisasi tersebut. “Partisipasi Muslimat NU dan Aisyiyah Wajo memberikan warna tersendiri dalam kegiatan ini. Sajian tradisional mereka bukan hanya lezat, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan nilai kebersamaan masyarakat Wajo,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Aisyiyah Wajo menyebutkan bahwa keterlibatan mereka merupakan bentuk dukungan terhadap kegiatan keagamaan sekaligus upaya melestarikan warisan lokal. “Kami ingin menunjukkan bahwa dakwah dapat berjalan seiring dengan pelestarian budaya. Menjaga kuliner khas daerah juga bagian dari menjaga jati diri umat,” ungkapnya.
Melalui partisipasi Muslimat NU dan Aisyiyah, Fajr Inspiration 2025 menjadi lebih dari sekadar ajang tausiyah. Kegiatan ini menjelma sebagai ruang sinergi antara spiritualitas, budaya, dan peran sosial perempuan. Kehadiran cita rasa Bugis di tengah kegiatan tersebut menjadi simbol kearifan lokal yang hidup dalam keseharian masyarakat Wajo—mewarnai dakwah Islam dengan kehangatan dan kedekatan yang membumi.(nm)