Media Center As’adiyah – Ketua Umum Pondok Pesantren As’adiyah sekaligus Menteri Agama Republik Indonesia, AG. Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, menghadiri kuliah umum dan konferensi internasional di Universitas Islam As’adiyah (UNISAD) (9/10/24) yang diselenggarakan sebagai pembukaan program pascasarjana universitas tersebut. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber dengan pembahasan utama mengenai epistemologi kajian Sufisme dan Maqashid Syariah.
Dalam sambutannya, Gurutta Dr. KH. Muhyiddin Tahir, S.Ag., M.Th.I., Rektor Universitas Islam As’adiyah, menggarisbawahi pentingnya materi kajian yang mengintegrasikan dimensi spiritual, etika, dan rasionalitas ini. Gurutta menekankan bahwa Sufisme sebagai tradisi mistik Islam memperkaya pengalaman batin dan spiritual dalam memahami realitas manusia. Sementara itu, Maqashid Syariah menawarkan kerangka normatif yang luas dan komprehensif untuk mengarahkan umat dalam menjalani kehidupan sesuai tujuan luhur syariat Islam.
“Sufisme kaya akan pengalaman batin dan spiritual, memberikan perspektif dalam memahami realitas manusia. Sedangkan Maqashid Syariah, sebagai tujuan-tujuan luhur syariat Islam, memberikan kerangka normatif yang komprehensif,” ungkap Gurutta Muhyiddin.
Lebih lanjut, Gurutta Muhyiddin menegaskan perlunya mengedepankan substansi dalam pemahaman agama, bukan hanya sekadar memprioritaskan simbol-simbol. “Kita tidak boleh hanya mementingkan ajaran simbol, tetapi bagaimana ajaran simbol tersebut dapat masuk dalam ajaran substansi,” tegas Gurutta.
Pada kesempatan yang sama, AG. Prof. Nasaruddin Umar, memberikan pandangan serta harapan besar bagi UNISAD dan Pondok Pesantren As’adiyah. Anre Gurutta menyampaikan visi untuk peningkatan kapasitas pendidikan di UNISAD, khususnya dengan adanya rencana pembukaan program doktor (S3).
“Tadi kita sudah mendengar penerimaan program S2. Saya berharap UNISAD dapat segera meluncurkan program S3,” ujar Anre Gurutta.
Selain itu, Anre Gurutta juga menjelaskan relevansi tema konferensi yang menyentuh pemahaman mendalam antara ilmu dan ma’rifah. Menurutnya, ilmu diperoleh melalui olah nalar yang didukung oleh penelitian dan kajian rasional, sementara ma’rifah dicapai melalui pengolahan batin. Anre Gurutta menjelaskan bahwa ilmu sains umumnya diolah menggunakan otak kiri, sedangkan ma’rifah lebih dominan dengan otak kanan.
“Ilmu ma’rifah lebih cocok dikaji dengan otak kanan, sedangkan ilmu sains dengan otak kiri. Di fakultas agama seperti ini, pola keseimbangan antara keduanya sangat penting,” jelas Anre Gurutta Prof. Nasar.
Acara ini diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi penguatan kajian Sufisme dan Maqashid Syariah, sekaligus mendorong generasi muda dalam membangun wawasan keilmuan yang seimbang antara pemikiran rasional dan pengalaman spiritual.(nm)