Anre Gurutta Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan makna syukur yang sering disalahartikan oleh banyak orang. Syukur bukan sekadar melafalkan kalimat “Alhamdulillah” tanpa penghayatan, melainkan sebuah respons yang mendalam dan utuh dari hati yang sadar dan ikhlas atas nikmat yang Allah berikan.
Menurut Anre Gurutta, ketika seseorang tidak mensyukuri nikmat Allah, maka ia sebenarnya membiarkan nikmat tersebut lepas darinya. “Ketika seseorang tidak bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah, maka ia membiarkan nikmat itu hilang darinya dengan segera,” ungkap Anre Gurutta Prof. Nasaruddin. Dalam hal ini, beliau menekankan bahwa rahmat dan karunia dari Allah harus diikat dan dijaga dengan rasa syukur. Syukur adalah pengikat nikmat, yang apabila diabaikan akan menyebabkan hilangnya nikmat tersebut.
Perbedaan antara Tahmid dan Syukur
Lebih lanjut, Anre Gurutta Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan perbedaan antara tahmid dan syukur. Banyak yang mengira bahwa melafalkan “Alhamdulillah” sudah cukup sebagai bentuk syukur. Namun, Anre Gurutta Prof. Nasaruddin menegaskan bahwa tahmid bukanlah syukur, melainkan pujian kepada Allah. Jika tahmid tidak diikuti dengan rasa syukur yang tertanam dalam hati dan diwujudkan dalam tindakan nyata, itu hanya respon spontanitas semata.
“Orang yang memuji di mulutnya tapi tidak mensyukuri dengan hatinya, maka itu disebut tamaddah,” jelas Anre Gurutta Prof. Nasaruddin. Tamaddah merujuk pada pujian yang hanya ada di lisan namun tidak selaras dengan apa yang ada di hati. Sedangkan tahmid yang sejati terjadi ketika pujian diucapkan dari lisan dan sejalan dengan rasa syukur dalam hati. Akan tetapi, tahmid semata belum dapat dianggap sebagai syukur jika tidak dibarengi dengan tindakan yang menunjukkan rasa syukur tersebut.
Wujud Syukur dalam Aksi Nyata
Syukur sejati menurut Anre Gurutta Prof. Nasaruddin tidak hanya tertuang dalam kata-kata, namun lebih kepada aksi nyata yang memberi manfaat kepada sesama. Salah satu cara untuk mengekspresikan rasa syukur adalah dengan berbagi kepada orang lain. Misalnya, ketika seseorang memperoleh rezeki atau karunia tertentu, rasa syukurnya dapat diwujudkan melalui zakat, infaq, sedekah, jariyah, atau waqaf. Menurut Anre Gurutta Prof. Nasaruddin, bentuk-bentuk berbagi ini adalah manifestasi dari rasa syukur yang sejati, karena ia mengalirkan nikmat yang diterima kepada orang lain yang membutuhkan.
Lebih jauh lagi, rasa syukur juga bisa ditunjukkan melalui tindakan kebaikan lainnya seperti memberikan hibah, wasiat, atau mengadakan walimah sebagai bentuk ungkapan syukur atas rahmat yang telah diterima. Syukur dengan cara ini adalah ekspresi kepedulian terhadap sesama, yang juga menunjukkan bahwa nikmat yang Allah berikan disikapi dengan penuh tanggung jawab.
Pentingnya Memahami Hakikat Syukur
Pemahaman yang benar mengenai syukur sangat penting agar seseorang tidak terjebak pada formalitas lisan semata tanpa memahami esensi di baliknya. Syukur yang hanya diucapkan tanpa dihayati tidak akan membawa manfaat yang nyata, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, syukur yang diwujudkan dalam bentuk tindakan akan memperkokoh ikatan seseorang dengan nikmat yang diterimanya, serta melibatkan dirinya dalam rantai kebaikan yang membawa berkah bagi kehidupan.
Melalui pemahaman ini, Anre Gurutta Prof. Nasaruddin Umar mengajak kita untuk menumbuhkan rasa syukur yang sejati—syukur yang menyentuh hati dan menggerakkan tindakan, bukan sekadar ucapan di bibir. Syukur yang sejati adalah syukur yang hidup, yang berbuah kebaikan bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.(nm)