Sebagaimana ibadah wajib lainnya, ibadah puasa juga mempunyai tata cara tersendiri sehingga menjadi sah menurut syar’i. Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun yang diajarkan oleh syar’i.
A. Syarat Wajib Puasa
Maksudnya seseorang barulah dikenakan kewajiban puasa apabila ada syarat wajib berikut ini, yaitu :
1. Islam, jadi orang kafir tidak diwajibkan berpuasa, sebagaaimana firman Allah Swt dalam surat al-Baqarah ayat 183 :
2. Dan 3. Balig dan Berakal, maka tidak wajib puasa bagi anak-anak, orang gila, dan orang yang sedang mabuk serta orang yang hilang akalnya dan memang tidak diperintahkan puasa dan tidaklah sah puasanya bila mereka berpuasa, karena tidak ada kemampuan berniyat serta tidak ada qadha baginya. Kecuali mabuknya ada unsur kesengajaan maka ia wajib mengqadhanya.
4. Sanggup puasa, jadi tidak wajib puasa bagi orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya dan orang tua renta sudah tidak sanggup puasa lagi.
B. Syarat Sah Puasa
1. Islam, apabilah seseorang kafir (tidak beragama Islam), baik kafir asli maupin kafir murtad berniat puasa, tidaklah sah puasanya.
2. Tamyiz dan Berakal sehat, anak-anak yang belum mumayyis dan orang gila tidaklah sah puasanya. Jika seseorang berpuasa tiba-tiba gila walaupun sebentar tidak wajib puasa dan tidak sah puasanya.
3. Suci dari haid dan nifas sepanjang hari, jika seorang wanita sedang puasa lalu ia haid atau nifas wajiblah baginya berbuka dan haram puasa, jika ia puasa, puasanya batal, baik darah yang keluar banyak atau sedikit, dan baik anak yang lahir itu sempurna atau hanya segumpal darah atau daging.
Tidak disyaratkan bersih dari janabah hingga memungkinkan untuk menghilangkannya, artinya wanita yang berhenti darahnya pada malam hari tidak disyaratkan bahwa harus mandi terlebih dahulu kemudian niat berpuasa, meskipun mandinya setelah masuknya waktu shalat subuh.
Wanita yang sementara puasa keluar haid atau nifas menjelang Magrib maka puasanya batal dan wajib baginya qadha dan haram melanjutkannya selama haid atau nifas.
4. Adanya waktu menerima untuk puasa, berpuasa pada waktu terlarang tidak sah, yaitu pada hari Raya (I’dil Fitri dan I’dil Adha) dan hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah), begitupula hari syak, terkecuali untuk hari syak boleh berpuasa bila hal itu dijadikan wirid seperti kebiasaan puasa setahun atau puasa sehari buka sehari, atau tertentu harinya seperti Senin dan Kamis. Dan juga dikecualikan bagi puasa Nadzar, qadha dan Kaffarah pada hari syak.
C. Rukun atau Fardhu Puasa.
Rukun atau Fardhu Puasa adalah sebagai berikut :
1. Niat, adapun pengertian niat, sebagai berikut : Men’itikadkan dalam hati memperbuat sesutu tanpa ragu-ragu.
Syarat-syarat niat puasa, sebagai berikut :
1) Niat terlaksana di malam hari sebelum terbit fajar.
2) Tertentu niatnya pada puasa wajib atau bukan wajib. Seperti berniat puasa besok untuk puasa ramadhan, puasa qadha, puasa kaffarah, atau nadzar. Maka tidak sah kalau hanya berniat puasa semata tanpa tertentu.
Contoh lafazh niyat : Aku berniyat puasa ramadhan ( نَوَيْتُ صَوْمَ رَمَضَانَ ini sudah cukup
3) Hendaknya niat itu ada kepastian. Jadi bila berniat : “jika besok ramadhan aku puasa fardhu dan jika tidak jadi ramadhan maka saya puasa sunnat”. Atau berniat puasa Nadzar atau Kaffarah (tidak tertentu dari salah satunya). Contoh seperti ini tidak sah puasanya.
4) Berbilang niatnya dengan berbilangnya atau sejumlah dengan harinya. Artinya disyaratkan berniat setiap malam.
2. Menahan diri dari dua keinginan yaitu keinginan perut dan faraj (makan, minum, dan bersetubuh) atau menahan diri dari segala yang bisa membatalkan ibadah puasa. (Nurdin Maratang)