Abdul Mutthalib menyadari betapa anak kandungnya yang tunggal ketika itu akan menghadapi kesulitan tanpa kehadiran saudara kan-dung untuknya. Bahkan diriwayatkan bahwa ia pernah diejek oleh ‘Adi ibn Naufal in Manaf bahwa: “Apakah Engkau meninggikan diri atas kami sedang engkau sendiri tidak memiliki anak?” Ketika itu Abdul Muththalib menjawab: “Apakah karena aku sedikit, maka engkau menghina aku? Demi Allah, kalau aku dianugerahi Allah sepuluh orang anak lelaki, niscaya aku akan mempersembahkan salah seorang dari mereka ke Ka’bah. “Maksudnya sepuluh orang anak lelaki yang dapat mencapai usia dewasa sehingga berpotensi membantunya, maka ia akan mempersembahkan salah seorang di antaranya dengan menyembelihnya sebagai persembahan ke Ka’bah sebagai tanda syukur kepada Allah.
Ketika Abdullah (I. 545 M)—yang kemudian menjadi ayah Nabi Muhammad saw. memasuki usia dewasa, genaplah anak lelaki Abdul Mutthalib menjadi sepuluh orang. Yang paling dikenal dalam sejarah Islam, antara lain, Abu Thalib (nama aslinya adalah Abd Mana), al-Abbas, Hamzah, dan Abu Lahab yang bernama Abd al-‘Uzza. Abdul Muththalib kemudian melangkah untuk memenuhi nazarnya. la menuju Ka’bah dan meminta kepada yang bertugas melakukan pengundian untuk mengundi siapakah di antara anak-anak lelakinya, yang berjumlah sepuluh orang itu, yang dipilih untuk disembelih. Ternyata yang namanya muncul dalam undian adalah putra terkecilnya ketika itu, yakni Abdullah.
Maka Abdul Mutthalib pun dengan hati yang teguh bermaksud memenuhi nazarnya. la yang mengambil sebilah pisau sambil menggandeng anakya, Abdullah, menuju ke Asaf dan Nailah’ guna menyem-belihnya. Tetapi, masyarakat Makkah mencegah Abdul Muththalib dan setelah dibujuk dia setuju untuk melakukan perjalanan ke Khaibar, menemui seorang Kâhin, orang pintar untuk mencari Jalan keluar terbaik agar sang anak tidak disembelih.
Setelah ditemui, baru keesokan harinya orang pintar itu menyarankan bahwa: “Undilah sang anak dengan sepuluh ekor unta. Jangan per-nah berhenti menambah setiap kali undiannya dengan sepuluh ekor lainnya sampai undian memilih unta.”
Setelah sepuluh kali undian barulah nama Adullah terbebaskan dari penyembelihan dalam arti setelah ditawarkan penggantian Abdullah dengan seratus ekor unta, barulah Abdul Muththalib memperoleh petunjuk tentang keterbe-basannya dari nazar itu. Kendati demikian, Abdul Muthalib belum sepenuhnya puas, sehingga mengulangi lagi undian sesudah yang kesepuluh itu dan untunglah hasilya pun membebaskannya dari penyembelihan ananya.
Dalam konteks ini ada riwayat yang diperselisihkan ulama kesahihannya menyatakan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda: “Aku adalah putra dua manusia yang nyaris disembelih.” Yang beliau maksud adalah Nabi Isma’il yang nyaris disembelih oleh Nabi Ibrahim as., dan Abdullah, ayah Nabi Muhammad saw., yang nyaris disembelih oleh Abdul Muththalib.
Apa yang dilakukan oleh Abdul Muththalib itu sekali lagi menunjukkan betapa tokoh ini sangat religius dan betapa dia sangat disiplin dan teguh dalam komitmennya..
Ada yang berkata itu terjadi lima tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad saw. Ada juga yang menyatakan tidak lama menjelang perkawinan Abdullah dengan Aminah. Namun, perbedaan waktu ini tidak menjadikan seseorang harus menolak peristiwa tersebut.
(Sumber: Shihab, M. Quraish. Membaca Sirah Nabi Muhammad: Dalam Sorotan Al-Quran dan Hadis-Hadis Shahih (Edisi Baru). Lentera Hati Group, 2018.)