Media Center As’adiyah- hari Jumat, tanggal 27 Oktober 2023, diadakan kegiatan webinar internasional yang menghubungkan lebih dari 3000 orang dari 28 negara yang berbeda yang digelar secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Acara ini merupakan sebuah inisiasi yang dipersembahkan oleh Institut Leimena, Sekolah Kristen Tritunggal, dan Pondok Pesantren As’adiyah Pusat Sengkang, yang merupakan bagian dari Program Literasi Keagamaan Lintas Budaya.
Webinar ini dibuka dengan pemutaran video singkat yang menggambarkan Sumpah Pemuda tahun 1928, sebuah peristiwa bersejarah yang membentuk panggung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Video tersebut memberikan gambaran yang kuat tentang perjuangan pemuda-pemuda Indonesia pada masa itu dan menjadi pijakan untuk berbicara lebih jauh tentang peran generasi muda dalam memperkuat kohesi sosial, terutama di tengah masyarakat yang kaya akan keragaman agama dan keyakinan.
Fokus utama dari webinar ini adalah mengeksplorasi bagaimana generasi muda dapat berperan sebagai agen perubahan dalam membangun pemahaman bersama dan kerjasama di tengah masyarakat multireligius. Bagaimana kita dapat memiliki pandangan yang inklusif dan berempati, meskipun kita hidup dalam masyarakat yang dipenuhi oleh berbagai agama dan kepercayaan. Ini adalah tantangan besar, dan pertemuan daring ini berusaha untuk memberikan jawaban.
Agenda acara dibuka dengan sambutan dari Matius Ho, seorang perwakilan dari Institut Leimena. Matius Ho menyampaikan apresiasi mendalam kepada Pondok Pesantren As’adiyah dan Sekolah Kristen Tritunggal, sambil menyoroti urgensi peran pemuda dalam mempersatukan perbedaan di Indonesia, sebuah negara yang memiliki keanekaragaman luar biasa.
Sambutan selanjutnya datang dari Dr. Tarmizi Tahir, S.H.I, yang mewakili Pondok Pesantren As’adiyah. Dalam sambutannya, Dr. Tarmizi Tahir mengungkapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam menjalankan acara ini. Ia juga menyoroti peran penting Pondok Pesantren dalam mendukung pendidikan di Indonesia, serta nilai signifikan yang terkandung dalam literasi lintas budaya yang saat ini tengah mendalamkan nilai-nilai Sumpah Pemuda.
Sambutan dari perwakilan Sekolah Kristen Tritunggal, Yonathan Djalimun, S.T. M.A, menggarisbawahi tema acara yang sangat relevan dengan realitas kehidupan Indonesia saat ini. Negara ini dikenal sebagai negara majemuk, dengan beragam agama, etnis, dan budaya yang ada di dalamnya. Dalam situasi ini, literasi keagamaan lintas budaya menjadi kunci penting untuk memahami, menghormati, dan bersatu di bawah bendera Indonesia.
Para narasumber dalam acara ini juga memberikan pandangan yang berharga. Ketua LP2M Mahad Aly, Dr. Tarmizi Tahir, S.H.I, menjelaskan sejarah dan pentingnya peristiwa Sumpah Pemuda. Ia menekankan bahwa untuk membangun hubungan yang kuat, kita perlu menghargai perbedaan, membangun kepercayaan, mengatasi konflik, membangun komunitas, dan membangun kemitraan yang kuat.
Danny Prasetyo memberikan perspektif tentang nilai-nilai Sumpah Pemuda. Ia menggambarkan visi besar yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, termasuk nasionalisme, persatuan, dan pentingnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ia menegaskan bahwa ketika perbedaan tidak lagi dianggap sebagai hambatan, persatuan dan perdamaian akan menjadi fokus utama.
Dr. Chris Seiple berbagi pengalaman pribadi tentang solidaritas dan keragaman budaya. Ia menyoroti pelajaran berharga yang didapat saat ia menjadi pemuda dan melakukan pertukaran pelajar di Polandia. Ia juga merinci bagaimana kerja tim yang kuat dalam sepakbola memberikan wawasan tentang pentingnya solidaritas.
Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A, memberikan paparan penting tentang kondisi dunia yang semakin plural. Ia mengingatkan bahwa kemampuan untuk beradaptasi dengan perbedaan adalah kunci untuk bertahan dalam dunia yang semakin kompleks. Ia mengutip sebuah ayat bahwa jika “Dan jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja)”
Ayat tersebut menggambarkan pentingnya persatuan di tengah keragaman.
Dalam momen yang istimewa ini, kita merayakan Sumpah Pemuda, sambil mengingatkan diri kita bahwa meskipun kita berasal dari suku, etnis, dan keyakinan yang berbeda, konsep “Bhineka Tunggal Ika” (berbeda-beda, tetapi tetap satu) adalah landasan yang kuat untuk bersatu di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anregurutta Prof Nasaruddin Umar menjelaskan sebuah lukisan menjadi indah bukan karena warna yang seragam, melainkan karena warna-warna kontras yang ada. Demikianlah, kita harus merayakan perbedaan, bukan meratapinya, karena itulah yang membuat dunia kita semakin indah.
Webinar ini tidak hanya menjadi ajang berbagi pengetahuan, tetapi juga momentum untuk memperkuat kohesi sosial dalam masyarakat yang semakin plural. Dengan semangat Sumpah Pemuda sebagai panduan, peserta dari berbagai negara mendorong kesatuan dalam perbedaan dan merayakan keberagaman sebagai aset berharga dalam membangun masa depan yang lebih baik.(nm)